Umur itu rahasia Allah. Tak seorangpun yang tahu, di bumi mana ia kan mati dan dengan cara apa.
Omong-omong soal usia, seorang teman pernah berkata, "Aku, kalau suamiku yang mendahuluiku, alangkah kasihannya anak-anak. Masa depannya entah bagaimana. Tapi kalau umurku yang tak panjang, toh masih ada bapaknya yang menanggung mereka."
Sungguh, aku sebenarnya tidak setuju dengan pemikiran seperti itu. Siapa sih yang akan tahu apa yang akan terjadi besok? Baik itu soal rejeki maupun maut?
Aku sih percaya, setiap insan yang hidup di dunia telah digariskan rejekinya. Pun dengan kehidupan anak-anak kita sepeninggal kita. Betapapun kita mempersiapkan kekayaan untuk mereka, semua kembali pada takdir Allah, karena Allah lah sebaik-baik pemberi rejeki. Bukankah seringkali kita lihat, seorang yang dulunya miskin papa, di masa berikutnya bisa kaya raya, atau kisah sebaliknya : seseorang yang awalnya kaya raya, tiba-tiba jatuh terpuruk menjadi miskin papa.
Seharusnya yang patut direnungi adalah seberapa banyak bekal yang telah kita siapkan untuk menghadapi "masa depan". Masa depan hidup di dunia? Bukan! Tapi masa depan di negeri yang abadi, kampung akhirat. Adakah bekal kita telah cukup? Atau justru sangat kurang? Atau justru tak ada sama sekali karena kita terbuai oleh indahnya dunia fana yang gemerlap?
Selagi ada waktu, selagi ada kesempatan, selagi ada kesehatan...menimbun bekal untuk kampung akherat jauh lebih berharga dari sekedar menumpuk harta dunia.
Hari ke-1 Juni 2015
#NulisRandom2015