Hidup tak musti hebat. Sederhana pun bisa berarti ...

Rabu, 03 Juni 2015

Lombok dalam kenangan - Feb 2014

14 Februari 2014 pagi, kami sudah meninggalkan penginapan Ratna di Kuta Bali untuk terbang ke Lombok. Bagasi sejak semalam telah dikemas. Rupanya teman-teman seperjalanan sudah membeli banyak oleh-oleh dari Bali, jadi bisa dipastikan masing-masing kelebihan beban dan harus membayar kelebihan tersebut. Aku hanya membeli beberapa kotak pai, tapi rupanya kena 5 kg juga kelebihan bebannya. Hanya mbak Dhanny yang bawaannya tetap seperti semula.



Senin, 01 Juni 2015

Bali dalam kenangan - Feb 2014


Sepanjang usia 44 tahun hidupku menjadi warga negara Indonesia tercinta, jujur saja... belum pernah sekalipun diriku singgah di Bali. Pulau Dewata yang terkenal seantero dunia itu belum pernah kudatangi. Makanya, ketika Pengurus PWP mengadakan widiawisata ke Bali dan Lombok, nah... akhirnya ada kesempatan juga menjejakkan kakiku di sana.

Menghadapi "masa depan"

Umur itu rahasia Allah. Tak seorangpun yang tahu, di bumi mana ia kan mati dan dengan cara apa.
Omong-omong soal usia, seorang teman pernah berkata, "Aku, kalau suamiku yang mendahuluiku, alangkah kasihannya anak-anak. Masa depannya entah bagaimana. Tapi kalau umurku yang tak panjang, toh masih ada bapaknya yang menanggung mereka."

Sungguh, aku sebenarnya tidak setuju dengan pemikiran seperti itu. Siapa sih yang akan tahu apa yang akan terjadi besok? Baik itu soal rejeki maupun maut?

Aku sih percaya, setiap insan yang hidup di dunia telah digariskan rejekinya. Pun dengan kehidupan anak-anak kita sepeninggal kita. Betapapun kita mempersiapkan kekayaan untuk mereka, semua kembali pada takdir Allah, karena Allah lah sebaik-baik pemberi rejeki. Bukankah seringkali kita lihat, seorang yang dulunya miskin papa, di masa berikutnya bisa kaya raya, atau kisah sebaliknya : seseorang yang awalnya kaya raya, tiba-tiba jatuh terpuruk menjadi miskin papa.

Seharusnya yang patut direnungi adalah seberapa banyak bekal yang telah kita siapkan untuk menghadapi "masa depan". Masa depan hidup di dunia? Bukan! Tapi masa depan di negeri yang abadi, kampung akhirat. Adakah bekal kita telah cukup? Atau justru sangat kurang? Atau justru tak ada sama sekali karena kita terbuai oleh indahnya dunia fana yang gemerlap? 

Selagi ada waktu, selagi ada kesempatan, selagi ada kesehatan...menimbun bekal untuk kampung akherat jauh lebih berharga dari sekedar menumpuk harta dunia.

Hari ke-1 Juni 2015
#NulisRandom2015

Rabu, 13 Mei 2015

Biduk-biduk (Day 3)

Malam terakhir di bulan Desember 2013. Sejak sore mbak Dijah sudah memesan bahan-bahan sate pada pemilik warung di sebelah penginapan. Kami berencana membakarnya sendiri. Sekeranjang buah pun sudah siap untuk disantap sebagai rujak.  Ngerayain tahun baru? Enggak juga sih!

Seekor anak penyu tersesat

Selasa, 12 Mei 2015

Harga Seorang Istri

Pagi ini seperti biasanya Kang Cepy ngajak ngobrol sambil menikmati sarapan. Dhiya sudah berangkat ke sekolah sejak pukul 06.15 wita. Bagas masih asik di kamar. Mbah Uti seperti biasa, jalan kaki berolah raga mengitari jalan Samboja.

Entah bagaimana mulanya, percakapan sampai pada kisah obrolan Kang Cepy dan teman-temannya menjelang shalat ashar di musholla. Tiba-tiba saja seseorang menceritakan bahwa si Fulan itu... apa-apa tergantung istrinya. Segala sesuatu harus sang istri yang mengerjakan. Termasuk seragam kerja yang akan dikenakan sehari-hari, tergantung yang disiapkan sang istri. Jadi kalau sampai keliru memakai seragam, sang istri yang kena damprat. Wah, sampai segitunya...

Lalu entah mengapa percakapan mereka jadi merembet ke berita yg sedang ramai di media masa, tentang prostitusi kelas atas. Menurut Kang Cepy, "Itulah... untuk bayar yg begituan, laki-laki berani bayar mahal. Tarifnya 80 jeti sampai ratusan. Lalu berapa kalian berani bayar istri yang setia melayani dari pagi sampai pagi? Pernah terpikirkan tidak oleh kita? Tak usahlah bebani istri dengan tugas ini itu selama kita masih bisa mengerjakannya."

Deu... Kang Cepy... pantes saja selama ini  tak sungkan membantu pekerjaanku. Tak suka membebaniku dengan pekerjaan berat. Apa yang bisa ia kerjakan, ia kerjakan tanpa disuruh.
"Ya Rabb, beri Kang Cepyku, ayah dari anak-anakku balasan surga Mu kelak."

Senin, 11 Mei 2015

Labuan Cermin - danau dua rasa. Biduk-biduk (Day 2)

Namanya juga Family Gathering & Bikecamping, jadi ga afdol dong kalau ga gowes keliling Biduk-biduk. Tapi jangan salah, berhubung Biduk-Biduk itu kecamatan di sepanjang pantai, jadi jalannya ya cuma lurus satu itu dari ujung ke ujung. Ga bisa kukurilingan jadinya.

Pasukan yang siap gowes....

The Little paradise : Biduk-biduk (Day 1)

Biduk-biduk, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Berau Kaltim. Kota yg membentang sepanjang pesisir. Nyiurnya yang menjulang, melambai di sepanjang pantai.

Kami menyewa 3 kamar di Penginapan Ratna. Namun  demikian, kami pun mendirikan tenda di pekarangan tepat di bibir pantai, agar suasana backpakeran lebih terasa :D


Malam itu, Minggu 29 Desember 2013. Masih dua hari menjelang tahun baru. Tapi penghuni kamar depan sepertinya sudah bersiap-siap untuk merayakan pergantian tahun. Ada sedikit ketegangan ketika kami mendirikan tenda tepat di depan kamar mereka. Rupanya mereka sudah booking tempat duluan untuk pesta tahun baru. Akhirnya kami putuskan untuk mendirikan tenda agak menjauh dari pintu mereka. Aman-aman saja akhirnya. 

Minggu, 12 April 2015

December trip to little paradise BIDUK-BIDUK (1)

Suatu hari di akhir Desember 2013

Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan, sayang engkau tak duduk di sampingku kawan...

Sebait lagu tersebut mungkin cocok untuk mengawali perjalanan kami saat itu, Sabtu 28 Desember 2013. Perjalanan malam membelah bumi Etam menuju Kecamatan Biduk-biduk di Kabupaten Berau.

Pukul 10.00 wita perjalanan dimulai dari Meeting Point : rumah Om Badak di Loktuan Bontang menuju Sengatta. Jalanan cukup mulus, walau ada beberapa ruas jalan yang rusak. Tak dinyana ketika sampai di kota Sengatta justru jalanan rusak parah karena sebagian badan jalan sedang diperbaiki.