Hidup tak musti hebat. Sederhana pun bisa berarti ...

Selasa, 12 Mei 2015

Harga Seorang Istri

Pagi ini seperti biasanya Kang Cepy ngajak ngobrol sambil menikmati sarapan. Dhiya sudah berangkat ke sekolah sejak pukul 06.15 wita. Bagas masih asik di kamar. Mbah Uti seperti biasa, jalan kaki berolah raga mengitari jalan Samboja.

Entah bagaimana mulanya, percakapan sampai pada kisah obrolan Kang Cepy dan teman-temannya menjelang shalat ashar di musholla. Tiba-tiba saja seseorang menceritakan bahwa si Fulan itu... apa-apa tergantung istrinya. Segala sesuatu harus sang istri yang mengerjakan. Termasuk seragam kerja yang akan dikenakan sehari-hari, tergantung yang disiapkan sang istri. Jadi kalau sampai keliru memakai seragam, sang istri yang kena damprat. Wah, sampai segitunya...

Lalu entah mengapa percakapan mereka jadi merembet ke berita yg sedang ramai di media masa, tentang prostitusi kelas atas. Menurut Kang Cepy, "Itulah... untuk bayar yg begituan, laki-laki berani bayar mahal. Tarifnya 80 jeti sampai ratusan. Lalu berapa kalian berani bayar istri yang setia melayani dari pagi sampai pagi? Pernah terpikirkan tidak oleh kita? Tak usahlah bebani istri dengan tugas ini itu selama kita masih bisa mengerjakannya."

Deu... Kang Cepy... pantes saja selama ini  tak sungkan membantu pekerjaanku. Tak suka membebaniku dengan pekerjaan berat. Apa yang bisa ia kerjakan, ia kerjakan tanpa disuruh.
"Ya Rabb, beri Kang Cepyku, ayah dari anak-anakku balasan surga Mu kelak."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar