Hidup tak musti hebat. Sederhana pun bisa berarti ...

Kamis, 18 Februari 2016

One Journey - Musium Teddy Bear Farm

Meninggalkan Naminara Island, bis membawa kami menuju areal pegunungan. Suasana yg lengang dg jalan yg begitu terpelihara hingga ke desa-desa. Cuaca terasa mulai dingin walau salju yg tersisa sudah tak banyak lagi. Tak ada daun hijau yg nampak, semua pohon hanya menyisakan ranting-ranting tanpa daun. Rencananya malam ini kami menginap di O'Cloud Hotel. Namun sebelum beristirahat, kami mampir di Musium Teddy Bear Farm Pegunungan Seorak.


Musiumnya tidak terlalu besar, namun boneka beruang yang dipajang beraneka macam dan ukuran. Bentuk musium lebih mirip rumah hunian dengan kamar-kamar berisi boneka dengan berbagai busana dan suasana. Ada beberapa ruangan sebagai galery, dan tentu saja ada souvenir shop. Beli? Enggak tuh hehehe....

Suasana ulang tahun

Diorama Teddy Bear


Sejarah Teddy Bear

Teddy Bear Family

Teddy dg kostum tentara kerajaan Britani



Teddy with Hanbok, my favorit kostum

Halaman belakang

Ada juga penjual buah, walau cuma satu.
Hari mulai gelap, udara makin dingin. Baru terasa gunanya memakai longjohn, baju hangat dan sarung tangan. Kami mampir di rumah makan pedesaan yg terbuat dari kayu. Menunya adalah ikan khas Korea. Aku sih anteng aja makan ikan seperti ini, da lapar atuh hehehe... Di rumah makan ini, kami mendapatkan nori yang paling enak! 

Ikan khas Korea Selatan dan menu pelengkapnya
 
Pak Daniel dari Totogasono Travel yg baik dan penolong

Mari makaaannnn.....!




One Journey - Naminara Republic


Selamat datang di Republik Naminara
Tak terasa setahun telah berlalu. Wisata di awal musim semi yang lalu.....

 Republik hayalan itu ada di depan mataku. Yup! Penerbangan selama 7 jam dengan pesawat GA-878 Jakarta-Seoul mengantarku menuju Negeri yang terkenal dengan drama "Winter Sonata" nya. Wew, nonton dramanya sekalipun saja belum pernah, bagaimana bisa tertarik kesini?! Yah, itulah takdir. Dengan adanya widya wisata dari PWP, akhirnya aku menjejakkan kaki di tempat ini, yeaaay!

Rabu, 03 Juni 2015

Lombok dalam kenangan - Feb 2014

14 Februari 2014 pagi, kami sudah meninggalkan penginapan Ratna di Kuta Bali untuk terbang ke Lombok. Bagasi sejak semalam telah dikemas. Rupanya teman-teman seperjalanan sudah membeli banyak oleh-oleh dari Bali, jadi bisa dipastikan masing-masing kelebihan beban dan harus membayar kelebihan tersebut. Aku hanya membeli beberapa kotak pai, tapi rupanya kena 5 kg juga kelebihan bebannya. Hanya mbak Dhanny yang bawaannya tetap seperti semula.



Senin, 01 Juni 2015

Bali dalam kenangan - Feb 2014


Sepanjang usia 44 tahun hidupku menjadi warga negara Indonesia tercinta, jujur saja... belum pernah sekalipun diriku singgah di Bali. Pulau Dewata yang terkenal seantero dunia itu belum pernah kudatangi. Makanya, ketika Pengurus PWP mengadakan widiawisata ke Bali dan Lombok, nah... akhirnya ada kesempatan juga menjejakkan kakiku di sana.

Menghadapi "masa depan"

Umur itu rahasia Allah. Tak seorangpun yang tahu, di bumi mana ia kan mati dan dengan cara apa.
Omong-omong soal usia, seorang teman pernah berkata, "Aku, kalau suamiku yang mendahuluiku, alangkah kasihannya anak-anak. Masa depannya entah bagaimana. Tapi kalau umurku yang tak panjang, toh masih ada bapaknya yang menanggung mereka."

Sungguh, aku sebenarnya tidak setuju dengan pemikiran seperti itu. Siapa sih yang akan tahu apa yang akan terjadi besok? Baik itu soal rejeki maupun maut?

Aku sih percaya, setiap insan yang hidup di dunia telah digariskan rejekinya. Pun dengan kehidupan anak-anak kita sepeninggal kita. Betapapun kita mempersiapkan kekayaan untuk mereka, semua kembali pada takdir Allah, karena Allah lah sebaik-baik pemberi rejeki. Bukankah seringkali kita lihat, seorang yang dulunya miskin papa, di masa berikutnya bisa kaya raya, atau kisah sebaliknya : seseorang yang awalnya kaya raya, tiba-tiba jatuh terpuruk menjadi miskin papa.

Seharusnya yang patut direnungi adalah seberapa banyak bekal yang telah kita siapkan untuk menghadapi "masa depan". Masa depan hidup di dunia? Bukan! Tapi masa depan di negeri yang abadi, kampung akhirat. Adakah bekal kita telah cukup? Atau justru sangat kurang? Atau justru tak ada sama sekali karena kita terbuai oleh indahnya dunia fana yang gemerlap? 

Selagi ada waktu, selagi ada kesempatan, selagi ada kesehatan...menimbun bekal untuk kampung akherat jauh lebih berharga dari sekedar menumpuk harta dunia.

Hari ke-1 Juni 2015
#NulisRandom2015