Hidup tak musti hebat. Sederhana pun bisa berarti ...

Sabtu, 11 Agustus 2012

Sahur tanpa Abi, sesuatu terjadi


Usai sahur bersama ketiga jagoanku di hari ketiga tanpa Abi, Bagas bergegas ke kamar belakang. Tugasnya menggantikan Abi mengurus penghuni kamar belakang, mengisi tempat pakan, membuatkan susu untuk si Manis dan mengganti pasir tempat bab semua kucing peliharaan kami. Sementara sulungku Gusti mencuci semua piring kotor.

Tiba-tiba saja Bagas berteriak, "Anak si Manis mati satu!"
"Yang mana?" tanya Gusti.
"Yang kecil lah!" jawab Bagas.
"Maksudnya yang warna apa?" sahut Gusti.
"Putih!" seru Bagas.
Terjadilah keributan kecil. Masing-masing tak berani mengangkat jasad si kitty. Aku pun demikian.

"Aku sedang cuci piring," alasan si Kakak.
"Aku tiap hari bersihin kandang," jawab si adik.
"Umi nggak berani megang ...," jawabku menimpali. Dengan demikian mereka berdua tahu aku lepas tangan untuk urusan pemakaman.
"Ayo na, Kak! Kalau kakak mau nguburin, biar aku terus yang bersihin kandang tiap hari gapapa deh!" janji Bagas.
Mereka berdua kasak-kusuk.
"Pakai sarung tangan aja kalau geli," saranku.
"Ambilkan na, Gas! Aku selesein cucian dulu," kata Gusti.
Bagas bergegas mengambil sarung tangan.
"Ambil kain buat kafan," perintah kakaknya lagi. Sebentar kemudian aku menyusul ke kamar belakang, mereka berdua tak ada. Rupanya sudah ke halaman belakang rumah. Kulihat Bagas sedang menyangkul.

"Kucingnya mana?" tanyaku
"Masih di kandang," jawab Gusti.
Tak lama kemudian Gusti mengambil jazad kucing dan meletakkannya di bawah tiang jemuran. Aku bergidik melihat tubuh mungil yang kaku itu. Sementara Bagas bergumam, "Wuih, capek juga nyangkul. Nggak dalam-dalam lagi! Bisa kehausan aku!"
Bergegas aku ke dalam mengambil segelas air putih, mumpung belum imsak. Kusodorkan gelas pada Bagas. Gusti mengambil alih cangkul dan mulai bekerja. "Ternyata nyangkul itu berat juga. Nggak usah dalam-dalam ya, Umi," pinta Gusti.
"Dalam sedikit! Kalau kurang dalam nanti tercium bau busuk dan dikorek-korek anjing," saranku.
Mereka berdua bekerja lagi. Kutinggalkan mereka. Tak terbayang kalau tak ada mereka, jagoanku. Aku jelas nggak tega menguburkannya sendiri, dan nggak bisa.

"Wuih, capeknya nyangkul sedikit aja," keluh Bagas usai pemakaman, "Nggak kebayang beratnya tukang gali kubur nyangkul segitu dalam ...," sambungnya lagi sambil menyeka keringat.
"Yah, begitulah .... Sudah selesai?" tanyaku. Mereka mengangguk.
Jarum jam sudah 10 menit berlalu dari angka lima. Adzan subuh sudah berlalu. Jagoanku tak sempat ke mesjid untuk shalat subuh berjamaah. Akhirnya mereka berdua shalat di rumah saja.

Subuh ini, meski kami kehilangan satu penghuni baru berusia 4 hari, ada rasa hangat menjalari hatiku : jagoanku bisa bekerja sama. Sepele saja sepertinya. Tapi sungguh, hatiku diliputi sukacita. Ada doa yang spontan terucap dari bibirku, semoga kelak pun kalian selalu bahu-membahu, anak-anakku.


Bontang, 12 Agustus 2012
Di tempat tinggalku yang terletak di tepi hutan tak jauh dari tepi laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar